Palembang

Ketika Akademisi Berakting: Dr. Hendra Sudrajat dan Peran Filosofisnya di “Palembang Punyo Cerito”

×

Ketika Akademisi Berakting: Dr. Hendra Sudrajat dan Peran Filosofisnya di “Palembang Punyo Cerito”

Sebarkan artikel ini

Palembang, UpdateKini – Dalam film budaya terbaru bertajuk Palembang Punyo Cerito, publik Palembang dibuat terkejut sekaligus kagum dengan kehadiran Dr. Hendra Sudrajat, S.H., M.H., Adv., seorang advokat sekaligus Managing Director Firma Hukum Hendrajat, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor I Universitas Kader Bangsa. Ia tampil memukau sebagai seorang penghulu adat Palembang dalam penayangan perdana Gala Premiere pada Kamis, 29 Mei 2025 di pelataran Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Acara gala tersebut dihadiri oleh Asisten Administrasi Umum Kota Palembang, Ir. H. Ahmad Bastari, S.T., M.T., IPM., Asean Eng. mewakili Walikota Palembang, serta sejumlah pimpinan SKPD, Ketua Dewan Kesenian Palembang dan Sumatera Selatan, budayawan, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Dalam film ini, peran Dr. Hendra tidak hanya menjadi pelengkap narasi, namun menambah kedalaman cerita dengan menghadirkan dimensi hukum adat secara otentik. Ia tampil dalam adegan prosesi pernikahan adat Palembang, menggambarkan kesakralan dan nilai budaya dengan penuh khidmat.

Menariknya, ini bukan kali pertama Dr. Hendra terjun ke dunia seni peran. Sebelumnya, ia pernah memerankan tokoh kepala desa dalam film budaya Bugis berjudul Shi Shu Shuang, yang juga mengangkat tema harmoni antara hukum adat dan narasi sinematik. Film tersebut kini dalam tahap penayangan di layar lebar dan menuai pujian karena keautentikan pendekatan budayanya.

“Saya percaya, hukum dan budaya adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Ketika kita berbicara tentang hukum, kita sebenarnya sedang menjaga nilai dan identitas. Dan film adalah media yang ampuh untuk menyampaikan nilai-nilai itu dengan cara yang menyentuh,” ujar Dr. Hendra dalam sambutannya di malam gala premiere.

Sebagai akademisi, Dr. Hendra dikenal sebagai penemu Teori Konstitusi Nusantara, sebuah gagasan yang mengintegrasikan sistem hukum adat, konstitusionalisme lokal, dan tradisi masyarakat ke dalam kerangka ketatanegaraan Indonesia. Ia juga tercatat sebagai doktor hukum tata negara termuda di Indonesia, yang mengantarkannya meraih Rekor MURI pada 2011.

Meski aktif mengajar, menjadi lawyer dan mediator di pengadilan, Dr. Hendra mengungkapkan bahwa dunia seni peran telah memberinya perspektif baru dalam menyampaikan pesan hukum.

Ia terinspirasi dari tokoh-tokoh hukum dunia seperti Vincent Bugliosi, jaksa dalam kasus Charles Manson yang kemudian tampil dalam film dokumenter hukum, serta Barry Reed, penulis novel The Verdict yang difilmkan dan diperankan oleh Paul Newman, hingga Gerry Spence yang kerap tampil di program hukum televisi.

Palembang Punyo Cerito merupakan produksi Dinas Kebudayaan Kota Palembang di bawah arahan sutradara Tjakra Buana, dengan penampilan khusus dari Walikota Palembang Drs. H. Ratu Dewa, M.Si., Wakil Walikota Prima Salam, S.H., M.H., dan Sekretaris Daerah H. Aprizal Hasyim, S.Sos., M.M., serta Ir. H. M. Affan Prapanca, M.T., IPM. Film ini juga menampilkan Cek Bagus dan Cek Ayu 2024, dan bertujuan menghidupkan kembali cerita rakyat serta budaya khas wong kito dalam kemasan sinematik yang menarik dan edukatif.

Menurut Tjakra Buana, kehadiran Dr. Hendra sebagai tokoh penghulu bukan sekadar pilihan estetika, melainkan strategis secara karakter.

“Kami memilih Dr. Hendra bukan hanya karena latar belakang akademiknya. Beliau adalah sosok yang secara karakter sangat merepresentasikan nilai-nilai budaya Palembang. Bahkan dalam keseharian, beliau kerap mengenakan busana adat seperti tanjak dan kain songket di berbagai acara resmi,” jelas Tjakra.

Lebih lanjut, Tjakra menyebut bahwa Dr. Hendra aktif sebagai Ketua Dewan Juri pada ajang pemilihan CBCA Duta Kebudayaan Kota Palembang, dan sering hadir sebagai narasumber maupun penggerak kegiatan pelestarian budaya seperti seminar, lomba, diskusi, hingga edukasi adat bagi generasi muda.

“Dalam perfilman, kami tak hanya butuh aktor, tapi juga sosok yang memahami makna di balik peran. Dr. Hendra bukan hanya tampil, tapi hadir sebagai representasi nyata dari tokoh adat yang memahami filosofi budaya Melayu-Sriwijaya,” tambahnya.

Perannya dalam film ini, menurut Tjakra, menjadi simbol ideal kolaborasi antara intelektualisme, kebudayaan, dan seni peran. Ia menilai, nilai-nilai hukum dan nasionalisme yang dibawa Dr. Hendra sebagai akademisi, lawyer, dan tokoh budaya menjadikan film ini lebih dari sekadar tontonan, namun juga sarana refleksi atas nilai konstitusional lokal yang hidup di tengah masyarakat.

“Kami ingin film ini tidak hanya dinikmati, tapi direnungkan. Lewat peran seperti penghulu yang dimainkan Dr. Hendra, publik bisa melihat bagaimana hukum, adat, dan budaya bersatu dalam harmoni. Seperti yang dia ajarkan dalam Teori Konstitusi Nusantara, bahwa hukum tidak hanya hidup di ruang sidang, tapi juga dalam ritual budaya sehari-hari,” pungkasnya.