Palembang, UpdateKini — Jauh sebelum tombol kalkulator digital menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, manusia telah menciptakan alat hitung sederhana namun revolusioner yakni abacus. Alat ini bukan hanya menjadi simbol kecerdikan peradaban kuno, tetapi juga tonggak awal dalam sejarah teknologi penghitungan.
Abacus, atau sempoa dalam istilah Indonesia, diperkirakan muncul lebih dari 4.000 tahun lalu di wilayah Mesopotamia, lalu menyebar ke Tiongkok, Romawi, hingga Jepang. Alat ini digunakan untuk melakukan operasi dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian—dengan kecepatan dan akurasi yang menakjubkan untuk zamannya.
Di Tiongkok, versi abacus yang dikenal sebagai suanpan menjadi sangat populer dan dipakai hingga abad ke-20, bahkan masih digunakan oleh beberapa pedagang hingga kini. Di Jepang, versi yang disebut soroban masih diajarkan di sekolah-sekolah dasar sebagai latihan logika dan fokus.
Struktur abacus cukup sederhana: rangka kayu dengan batang-batang horizontal, di mana manik-manik dapat digeser untuk mewakili nilai angka. Meskipun terlihat seperti mainan, pengguna yang terlatih mampu menyelesaikan perhitungan kompleks lebih cepat dari pengguna kalkulator modern.
Ahli sejarah teknologi menyebut abacus sebagai bentuk awal dari komputasi mekanis. Ia menandai titik penting dalam evolusi berpikir manusia: dari hafalan ke perhitungan logis, dari intuisi ke sistem.
Walau kini telah digantikan oleh kalkulator digital dan komputer, abacus tetap menjadi bagian penting dalam pendidikan dasar di beberapa negara. Di Indonesia, sempoa digunakan dalam kursus-kursus aritmatika untuk anak-anak sebagai metode memperkuat konsentrasi, imajinasi spasial, dan daya ingat angka.
Bahkan, kompetisi sempoa internasional rutin digelar, membuktikan bahwa alat kuno ini masih relevan di era digital.
Konsep abacus menginspirasi banyak penemuan lain, termasuk kalkulator mekanik abad ke-17 dan komputer pertama pada abad ke-20. Dengan prinsip penghitungan berbasis posisi dan representasi angka, abacus bisa disebut sebagai “nenek moyang” dari prosesor modern yang kita gunakan saat ini.