PalembangSejarah

Antara Tradisi dan Globalisasi, Masa Depan Kuntaw di Era Digital

×

Antara Tradisi dan Globalisasi, Masa Depan Kuntaw di Era Digital

Sebarkan artikel ini

Palembang, UpdateKini – Sejarawan Sumsel, Dr. Dedi Irwanto, MA, menyoroti kondisi kuntaw, seni bela diri tradisional Palembang, yang semakin terancam punah. Menurutnya, sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam, para pendekar kuntaw memainkan peran penting sebagai prajurit penjaga kedaulatan.

“Di masa lalu, kuntaw diajarkan di daerah uluan Palembang, dan para pendekar direkrut untuk membela Kesultanan Palembang Darussalam. Mereka berasal dari berbagai wilayah, seperti marga Sikap dan marga Sindang,” ujarnya dalam sarasehan budaya yang digelar oleh Bung Baja pada Minggu (2/2) di Gedung Kesenian Palembang.

Namun, Dedi menilai popularitas kuntaw semakin merosot seiring dengan masuknya seni bela diri lain. Saat ini, permasalahan utamanya adalah regenerasi.

“Guru kuntaw semakin sedikit karena tradisi ini diwariskan dalam lingkup keluarga, biasanya kepada anak tertua. Selain itu, secara ekonomi, menjadi guru kuntaw kurang menjanjikan dibanding bela diri lain yang lebih populer,” jelasnya.

Dedi berharap pemerintah daerah, khususnya Pemprov Sumsel, memberikan perhatian lebih terhadap kuntaw, salah satunya melalui regulasi yang mendukung pelestarian budaya.

“Kuntaw adalah bagian dari olahraga tradisional. Jika ada Perda tentang pemajuan kebudayaan, seni bela diri lokal seperti kuntaw harus tercakup di dalamnya agar tidak punah,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Bung Baja, Adv. M. Iskandar Sabani, SE, SH, menyatakan bahwa sarasehan budaya ini membahas peran jawara dalam perspektif kebangsaan dan negara.

“Kita mengupas tentang jawara, atau di Palembang disebut pendekar. Mereka sudah ada sejak zaman kerajaan dulu. Seorang jawara harus ahli bela diri, baik secara fisik maupun dalam ilmu magis,” katanya.

“Dulu, kepala kampung, krio, atau pasirah harus seorang jawara. Jika tidak, mereka tidak bisa menjabat,” imbuhnya.

 

Langkah Konkret untuk Menyelamatkan Kuntaw

Di sisi lain, Anggota DPRD Palembang, Mgs. Syaiful Padli, mengapresiasi kegiatan ini dan menilai bahwa sarasehan ini berkontribusi terhadap pelestarian budaya, khususnya olahraga tradisional.

“Kami memiliki program legislasi daerah (prolegda) tentang pemajuan kebudayaan. Kami berharap komunitas yang peduli dengan kebudayaan dan pariwisata dapat dilibatkan oleh pemerintah. Dan kami juga menyarankan agar diskusi ini tidak berhenti di sini, tetapi harus ada tindak lanjutnya, salah satunya dengan mengajukan audiensi ke Bapemperda DPRD Palembang. Dengan demikian, usulan dan saran dalam diskusi ini dapat ditindaklanjuti secara konkret oleh DPRD Palembang,” ujar politisi PKS tersebut.

Budayawan kota Palembang Vebri Al Lintani menambahan kesimpulan diskusi hari ini adalah Pertama, apa yang dikerjakan oleh Bung Baja ini sudah bagus. Artinya organisasi ini tidak cuma menghimpun, tapi juga ada penambahan wawasan-wawasan bagi anggota. Terutama untuk kegiatan beladiri atau jawara atau pendekar.

Yang kedua, menurutnya ada beberapa usulan yang tadi sempat terutama membahas tentang legislasi perda, terkait tentang kebudayaan.

Tapi menurutnya harus diingat ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang harus secara mendalam dikaji, sehingga menjadi efektif jika nanti menjadi perda.

“Kita tidak ingin perda ini sekadar copy-paste dari aturan lain. Ke depan, akan ada pertemuan lanjutan antara Bung Baja, aktivis kebudayaan, dan anggota DPRD Palembang, terutama di bagian Prolegda, untuk membahas olahraga tradisional seperti kuntaw,” pungkasnya. (*)