Sejarah

Cinta tak Bersyarat, Wanita di Balik Kejayaan Khalil Gibran

×

Cinta tak Bersyarat, Wanita di Balik Kejayaan Khalil Gibran

Sebarkan artikel ini

Palembang, UpdateKini – Khalil Gibran, penyair dan filsuf terkenal, memiliki hubungan istimewa dengan Mary Haskell, seorang kepala sekolah dan filantropis yang menjadi mentor, editor, dan pendukung setianya. Hubungan mereka lebih dari sekadar persahabatan, tetapi juga tidak pernah berkembang menjadi pernikahan. Meski begitu, peran Mary dalam kehidupan dan karya Gibran sangatlah besar.

 

Awal Pertemuan dan Dukungan Mary

Mary Haskell pertama kali bertemu dengan Gibran pada tahun 1904 di Boston, ketika ia masih seorang seniman muda yang mencoba menemukan jalannya dalam dunia seni dan sastra. Mary, seorang wanita cerdas dan berwawasan luas, segera menyadari potensi besar dalam diri Gibran. Ia kemudian menjadi pendukung utama dalam pengembangan kariernya, baik secara moral maupun finansial.

Pada tahun 1908, Mary membiayai pendidikan Gibran di Académie Julian, Paris, tempat ia belajar seni selama dua tahun. Selain membantu dalam pendidikan, Mary juga sering mengedit dan memberikan masukan untuk karya-karya Gibran, terutama saat ia mulai menulis dalam bahasa Inggris.

 

Cinta yang Tak Berujung pada Pernikahan

Meski ada hubungan emosional yang kuat, Gibran dan Mary tidak pernah menikah. Pada tahun 1910, Mary sempat mempertimbangkan untuk menikah dengan Gibran, tetapi akhirnya memutuskan untuk tidak melakukannya.

Beberapa faktor yang menyebabkan mereka tidak menikah antara lain: Perbedaan usia: Mary lebih tua 10 tahun dari Gibran. Perbedaan budaya dan kepribadian: Mary berasal dari latar belakang Amerika yang lebih konservatif, sedangkan Gibran adalah seniman yang sangat menjunjung kebebasan. Dedikasi Gibran pada seni: Gibran merasa bahwa pernikahan mungkin akan membatasi kebebasannya sebagai seniman.

Pada tahun 1926, Mary menikah dengan seorang pria bernama Jacob Florance Minis, tetapi ia tetap menjaga hubungan baik dengan Gibran hingga akhir hayatnya.

 

Pengaruh Mary terhadap Karya-Karya Gibran

Mary bukan hanya seorang teman, tetapi juga seorang mentor dan editor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Gibran. Ia mendorong Gibran untuk menulis dalam bahasa Inggris, yang akhirnya menghasilkan beberapa karya terbaiknya, termasuk The Prophet (1923)—buku yang kini dianggap sebagai mahakarya.

Banyak surat-surat Gibran yang menunjukkan betapa Mary memengaruhi hidupnya. Dalam salah satu suratnya, Gibran menulis:

“Engkau telah datang ke dalam hidupku seperti fajar yang mengusir kegelapan malam. Tanpamu, aku tidak akan pernah menjadi seperti ini.”

 

Akhir Hayat Gibran dan Peran Mary Setelah Kematiannya

Pada 10 April 1931, Gibran meninggal di New York akibat sirosis hati dan tuberkulosis. Setelah kematiannya, Mary membantu mengurus publikasi dan pelestarian karya-karyanya.

Meskipun hubungan mereka tidak berujung pada pernikahan, cinta dan dedikasi Mary terhadap Gibran tetap abadi. Ia adalah sosok yang melihat potensi besar dalam diri Gibran sebelum dunia mengenalnya, dan tanpa Mary, mungkin dunia tidak akan pernah mengenal The Prophet dan karya-karya besar lainnya.