Palembang, UpdateKini – Sebelum media sosial, televisi, atau koran, bagaimana manusia pertama kali menyebarkan berita? Sejarah pers ternyata telah berlangsung ribuan tahun, berkembang dari ukiran batu hingga era digital.
Dari Ukiran Batu ke Koran Cetak
Pada tahun 59 SM, Kekaisaran Romawi memperkenalkan Acta Diurna, papan pengumuman publik yang dipahat di batu atau logam dan dipajang di tempat umum. Papan ini menjadi “koran dinding” pertama yang mengabarkan keputusan senat hingga gosip warga.
Sementara itu, di Tiongkok pada abad ke-2 M, pemerintah Dinasti Han menerbitkan Dibao, buletin resmi berisi laporan pemerintahan. Dibao bertahan hingga Dinasti Qing, sebelum akhirnya tergantikan oleh media cetak.
Pada 1605, lompatan besar terjadi ketika Johann Carolus dari Jerman menerbitkan Relation aller Fürnemmen und gedenckwürdigen Historien, yang dianggap sebagai koran cetak pertama di dunia. Tak lama setelahnya, koran mulai bermunculan di Eropa, termasuk The London Gazette (1665) di Inggris dan Publick Occurrences (1690) di Amerika.
Di Indonesia, semangat jurnalistik bangkit dengan hadirnya Medan Prijaji (1907), surat kabar pribumi pertama yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo. Koran ini menjadi senjata perjuangan melawan ketidakadilan kolonial, menjadikan Tirto Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional Indonesia.
Era Digital: Kecepatan vs Akurasi
Kini, pers telah berevolusi ke era digital. Dari batu ke layar sentuh, perjalanan panjang ini membuktikan bahwa manusia selalu haus akan informasi.
Namun, era digital juga membawa tantangan baru. Penyebaran berita semakin cepat, tetapi risiko hoaks dan disinformasi semakin tinggi.
Ke depan, pers mungkin akan mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dan realitas virtual (VR) dalam pemberitaan. Namun satu hal yang pasti, selama manusia membutuhkan informasi, pers akan terus berkembang, menemukan bentuk baru untuk menyampaikan kebenaran.