Oleh: Salis Yuni Rosa
Mampukah Indonesia Bertahan di Tengah Krisis Dunia?
Dunia saat ini tengah menghadapi tekanan geopolitik yang luar biasa. Perang Rusia-Ukraina belum usai, krisis Timur Tengah memanas, dan ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok semakin tajam, terutama di bidang teknologi dan perdagangan. Dalam situasi seperti ini, negara-negara berkembang seperti Indonesia dituntut untuk mampu bertahan bahkan lebih dari itu, harus cerdas dalam membaca arah perubahan global.
Geopolitik bukan hanya urusan diplomasi atau militer. Dalam konteks ekonomi, geopolitik sangat memengaruhi harga energi, jalur perdagangan, pasokan pangan, hingga stabilitas keuangan global. Kita hidup di dunia yang saling terhubung, sehingga guncangan di satu wilayah bisa berdampak langsung pada harga BBM di SPBU, biaya hidup, dan APBN kita.
Indonesia berada di posisi yang strategis secara geografis dan politik. Kita punya sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk besar, dan berada di jalur pelayaran internasional yang sibuk. Tapi semua itu tidak otomatis membuat kita kuat. Kita tetap rentan jika tidak membangun sistem ekonomi yang tahan terhadap guncangan eksternal.
Dampak Krisis Global terhadap Ekonomi Indonesia
Beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana krisis global berdampak pada ekonomi dalam negeri. Ketika harga minyak dunia naik karena konflik geopolitik, subsidi energi negara kita ikut membengkak. Ketika ekspor terganggu karena perlambatan ekonomi Tiongkok dan Eropa, industri dalam negeri ikut lesu.
Begitu pula dengan sektor pangan. Ketergantungan kita pada impor beberapa komoditas strategis seperti gandum, kedelai, dan bawang putih membuat Indonesia sangat rawan terhadap gangguan rantai pasok global. Saat negara produsen menutup keran ekspor karena konflik atau cuaca ekstrem, kita yang jauh dari pusat produksi jadi korban pertama.
Belum lagi soal ketergantungan kita terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah sangat sensitif terhadap kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Ketika The Fed menaikkan suku bunga, investor asing bisa menarik modalnya dari negara berkembang seperti Indonesia, menyebabkan tekanan pada rupiah dan pasar saham.
Membangun Ketahanan Ekonomi Nasional
Melihat realitas tersebut, maka ketahanan ekonomi nasional menjadi sebuah keharusan, bukan pilihan. Ketahanan ekonomi artinya kita mampu bertahan, beradaptasi, dan pulih dari tekanan luar tanpa harus mengalami gejolak sosial yang besar. Lalu bagaimana caranya?
Pertama, kemandirian pangan dan energi harus menjadi prioritas. Indonesia tidak bisa terus bergantung pada impor komoditas vital. Kita harus berani investasi besar dalam pertanian modern, irigasi, riset benih unggul, dan distribusi logistik pangan. Begitu juga dengan energi transisi ke energi terbarukan harus dipercepat agar kita tidak terus menerus disandera oleh fluktuasi harga minyak global.
Kedua, hilirisasi industri perlu dilanjutkan dengan konsistensi. Tidak cukup hanya ekspor bahan mentah seperti nikel dan batu bara. Kita perlu dorong industri pengolahan di dalam negeri, agar nilai tambahnya dirasakan rakyat Indonesia. Ini penting agar kita tidak terus menjadi pasar, tetapi produsen global.
Ketiga, diversifikasi mitra dagang dan investasi. Jangan hanya bergantung pada Tiongkok, AS, atau satu kawasan tertentu. ASEAN, Afrika, dan negara-negara BRICS bisa menjadi mitra strategis dalam menghadapi ketidakpastian global.
Keempat, stabilisasi sistem keuangan dan perlindungan sosial. Pemerintah perlu memperkuat jaring pengaman sosial seperti subsidi pangan, bantuan langsung tunai, dan jaminan kesehatan agar daya beli masyarakat tetap terjaga saat krisis melanda. Di saat yang sama, sistem keuangan juga harus kuat agar tidak mudah terpengaruh oleh gejolak eksternal.
Peran Kepemimpinan dan Partisipasi Publik
Tentu saja, ketahanan ekonomi bukan hanya urusan pemerintah. Ini juga menyangkut kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, serta partisipasi masyarakat dalam menjaga stabilitas. Dunia digital membuka ruang baru bagi edukasi publik, literasi keuangan, hingga kampanye untuk mengonsumsi produk lokal dan mengutamakan ekonomi kerakyatan.
Kita tidak bisa terus berharap pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika fondasi kita rapuh. Pertumbuhan tanpa daya tahan hanya membuat kita tampak kuat di luar, tapi mudah roboh saat ada badai.
Penutup
Indonesia punya semua potensi untuk menjadi negara kuat: kekayaan alam, jumlah penduduk, lokasi strategis, dan warisan budaya gotong royong. Tapi semua itu tidak akan berarti jika kita tidak membangun sistem ekonomi yang kokoh dan tahan banting.
Dalam menghadapi dunia yang semakin tidak pasti, ketahanan ekonomi nasional adalah benteng terakhir kita. Dan untuk membangunnya, dibutuhkan strategi geopolitik yang cerdas, kebijakan ekonomi yang adil, dan komitmen bersama dari pemerintah dan rakyat.
Mampukah Indonesia bertahan di tengah krisis dunia? Jawabannya tergantung pada sejauh mana kita mau belajar dari masa lalu, memperkuat kemandirian, dan menolak tunduk pada tekanan kekuatan luar. Indonesia tidak perlu menjadi negara adidaya. Cukup menjadi bangsa yang berdaulat, berdaya, dan bermartabat di rumah sendiri. (*)