Scroll untuk baca artikel
BisnisSejarah

IHSG, Dari Bursa Batavia hingga Jadi Barometer Ekonomi Indonesia

×

IHSG, Dari Bursa Batavia hingga Jadi Barometer Ekonomi Indonesia

Sebarkan artikel ini

Palembang, UpdateKini – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan tolok ukur utama kinerja pasar modal Indonesia. Namun, perjalanan panjang menuju IHSG tidak dimulai pada 1983 saja, melainkan jauh sebelumnya, ketika pemerintah kolonial Belanda mendirikan bursa efek pertama di Batavia pada awal abad ke-20.

 

1912: Bursa Efek Batavia Didirikan

Sejarah pasar modal Indonesia berawal pada 1912, ketika pemerintah Hindia Belanda membuka Batavia Stock Exchange. Aktivitas perdagangan saat itu lebih banyak untuk kepentingan perusahaan kolonial, terutama yang bergerak di perkebunan, perbankan, dan transportasi. Bursa efek juga sempat berdiri di Surabaya dan Semarang, tetapi aktivitasnya terbatas.

 

1940–1970-an: Vakum Panjang

Perang Dunia II, pendudukan Jepang, hingga awal kemerdekaan membuat aktivitas bursa berhenti total. Selama beberapa dekade, pasar modal Indonesia praktis vakum. Baru pada era Orde Baru, pemerintah mulai melirik kembali pentingnya pasar modal untuk pembiayaan pembangunan.

 

1977: Bursa Efek Jakarta Diaktifkan Kembali

Pada 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta di bawah pengawasan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Emiten pertama yang tercatat kembali adalah PT Semen Cibinong. Momentum ini menandai kebangkitan pasar modal nasional setelah tidur panjang.

 

1983: Lahirnya IHSG

Tanggal 1 April 1983 menjadi tonggak penting, karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) resmi diperkenalkan sebagai tolok ukur pergerakan harga saham di Bursa Efek Jakarta. Nilai dasar ditetapkan 100 poin, dihitung dari 13 emiten yang tercatat pada saat itu.

 

1990-an: Krisis Moneter Mengguncang

Awal 1990-an IHSG mulai dikenal luas seiring pertumbuhan emiten dan minat investor asing. Namun, krisis moneter 1997–1998 membuat IHSG terjun bebas hingga di bawah 300 poin, menjadi salah satu periode tergelap pasar modal Indonesia.

 

2000-an: Pemulihan dan Modernisasi

Pasar modal bangkit kembali pasca reformasi. Pada 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya resmi bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Modernisasi sistem perdagangan juga dilakukan. Meski krisis global 2008 sempat menekan indeks, IHSG kembali pulih dan mencatat pertumbuhan positif.

 

2010-an: Rekor Baru

IHSG menorehkan rekor penting pada 2018, dengan menembus level 6.600 poin. Modal asing yang deras masuk serta meningkatnya jumlah investor domestik menjadi pendorong utama.

 

2020-an: Pandemi dan Kebangkitan

Pandemi COVID-19 sempat menekan IHSG hingga di bawah 4.000 poin pada Maret 2020. Namun, pemulihan cepat terjadi, dan pada 2022 IHSG mencatat level tertinggi mendekati 7.000 poin, menandai ketahanan pasar modal Indonesia.

 

Fakta Menarik Seputar IHSG

Pasar modal Indonesia sudah ada sejak 1912 lewat Batavia Stock Exchange. IHSG pertama kali dihitung pada 1983 dengan hanya 13 emiten. Investor asing mulai dominan sejak 1990-an, sebelum investor domestik tumbuh pesat di era digital. Bursa Efek Indonesia kini mencatat ratusan emiten lintas sektor, menjadikannya salah satu bursa paling aktif di Asia Tenggara. IHSG pernah mencatat rebound spektakuler pasca krisis global 2008, naik lebih dari 80% dalam setahun.

Indeks harga saham ini kini bukan sekadar angka. Ia adalah cermin perjalanan panjang pasar modal Indonesia, dari zaman kolonial di Batavia, vakum karena perang, kebangkitan di era Orde Baru, hingga menjadi salah satu indeks saham paling disegani di kawasan Asia Tenggara.