Palembang, UpdateKini – Universitas Tamansiswa (Unitas) Palembang bersama Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) kembali menegaskan komitmen sinergi dalam pengembangan budaya dan potensi lokal melalui Seminar Nasional bertajuk Strategi Kebijakan Pemberdayaan dan Budidaya Petani Rempah Nusantara.
Acara ini juga disertai penandatanganan MoU, MoA, dan IA antara KPD dan lima fakultas di Unitas Palembang, yakni Fakultas Hukum, Ekonomi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Pertanian, serta Teknik.
Dalam seminar yang digelar Selasa (20/5), Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH MKn, mengungkap sejarah panjang rempah di Palembang.
Menurutnya, sejak era Kedatuan Sriwijaya, budaya menanam dan berdagang rempah sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat.
“Dari Prasasti Talang Tuo tercatat Dapunta Hyang membuat taman yang berisi tanaman-tanaman penting seperti sagu, bambu, dan aren. Ini menunjukkan tradisi bertanam sudah ada bahkan sebelum masa Sriwijaya,” ujar SMB IV.
Ia juga menyebutkan bahwa posisi strategis Palembang sebagai kota pelabuhan menjadikannya pusat persinggahan para pedagang asing, mulai dari Tiongkok, Arab, India hingga Eropa. Bukti keberagaman ini terlihat dari keberadaan kampung Kapitan, Loji Sungai Aur, hingga Kampung Al-Munawar.
Selain Sultan Palembang, seminar ini turut menghadirkan narasumber dari luar negeri, yaitu Prof Suso Mourelo dari University Rey Juan Carlos, Spanyol, serta Ketua Umum Sarekat Hijau Indonesia Ade Indriani Zuchri M.Sos dan Dr. Sisnayati ST MT dari Unitas Palembang.
SMB IV juga memaparkan bagaimana rempah menjadi komoditas andalan Palembang, seperti lada, rotan, karet, damar, hingga kain songket yang diekspor ke berbagai daerah di Nusantara.
Ia menambahkan bahwa kontrak pertama lada Palembang dengan VOC terjadi pada 1641, yang kemudian memberi hak monopoli kepada VOC setahun setelahnya.
“Namun, ketimpangan perlakuan VOC menyebabkan Palembang melakukan perlawanan hingga pecahnya Perang Palembang yang berujung pembakaran Kraton Kuto Gawang tahun 1659,” tegasnya.
Menutup paparannya, Sultan mengajak seluruh pihak untuk kembali menghidupkan kejayaan rempah Nusantara melalui kolaborasi dan pelestarian sejarah.