Palembang, UpdateKini – Ketua Komisi II DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), Ayu Nur Suri, SE., MM., menyoroti lemahnya penyerapan gabah oleh Bulog dan minimnya perlindungan harga bagi petani. Ia mendesak Perum Bulog Kanwil Sumsel-Babel untuk segera membangun fasilitas penggilingan padi (rice milling) guna memutus dominasi tengkulak, mempercepat hilirisasi, serta menjaga stabilitas harga gabah.
“Sumsel merupakan salah satu penghasil padi terbesar di Indonesia, namun petaninya terus dirugikan karena Bulog belum memiliki rice milling sendiri. Selama ini, kita hanya menjadi penonton permainan harga di lapangan. Sudah saatnya Bulog turun tangan penuh dengan alat produksi sendiri,” tegas Ayu dalam rapat koordinasi penyerapan gabah bersama stakeholder dan OPD terkait di Ruang Rapat Komisi II DPRD Sumsel, Selasa (4/3/2025).
Dominasi Tengkulak Rugikan Petani
Ayu mengungkapkan bahwa pada 2025, produksi gabah kering panen (GKP) Sumsel diperkirakan mencapai 2,9 juta ton. Ironisnya, Bulog hanya mampu menyerap sekitar 160 ribu ton beras, sementara sisanya dijual ke pasar bebas tanpa perlindungan harga. Kondisi ini memberikan celah bagi tengkulak untuk mengendalikan pasar dan merugikan petani.
“Bayangkan, produksi kita hampir 3 juta ton, tapi Bulog hanya menyerap sebagian kecil. Sisanya jatuh ke tangan tengkulak. Kalau dibiarkan terus, petani kita tidak akan pernah sejahtera,” ujar Ayu.
Saat ini, Bulog Sumsel belum memiliki fasilitas rice milling dan masih bergantung pada 23 pengusaha penggilingan padi yang terikat kontrak. Ketergantungan ini membuat Bulog kesulitan menjaga standar kualitas, efisiensi biaya, serta kontrol harga.
“Jika Bulog memiliki rice milling sendiri, rantai produksi bisa dikendalikan, harga lebih stabil, kualitas terjamin, dan petani tidak lagi dipaksa menjual murah karena tidak ada pilihan lain,” tambahnya.
Harga Gabah Harus Sesuai HPP
Ayu menegaskan pentingnya penerapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terbaru sesuai Kepbadan Nomor 2 Tahun 2025. Berdasarkan regulasi tersebut, harga GKP di tingkat petani ditetapkan Rp 6.500 per kilogram.
“Saya tegaskan, jangan ada permainan harga. Jika ada yang membeli gabah di bawah Rp 6.500 per kilogram, itu pelanggaran. Bulog harus menjadi garda terdepan dalam menjaga harga petani,” kata Ayu yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Palembang.
Adapun rincian harga resmi penyerapan Bulog 2025 adalah:
GKP di petani: Rp 6.500/kg
GKP di penggilingan: Rp 6.700/kg
Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan: Rp 8.000/kg
GKG di gudang Bulog: Rp 8.200/kg
Beras di gudang Bulog: Rp 12.000/kg
Namun, banyak petani masih terpaksa menjual gabah di bawah HPP akibat lemahnya daya serap Bulog dan kuatnya pengaruh tengkulak.
Dorong Sinergi dan Hilirisasi Pertanian
Untuk mengatasi masalah ini, DPRD Sumsel berencana merekomendasikan kepada Gubernur Sumsel agar segera memanggil seluruh asosiasi pengusaha penggilingan padi. Langkah ini bertujuan membentuk forum komunikasi yang fokus menjaga keseimbangan harga gabah dan beras dari tingkat petani hingga konsumen.
“Ini soal keadilan dan keberpihakan. Kita harus duduk bersama: pemerintah, Bulog, pengusaha, dan petani. Jika tidak ada sinergi, harga akan terus dikendalikan segelintir pihak, sementara petani tetap menjadi korban,” ujar Ayu.
Selain pembangunan rice milling, Ayu juga mendorong pemerintah provinsi untuk memperkuat pendampingan bagi petani. Upaya ini mencakup distribusi pupuk bersubsidi, penerapan teknologi pertanian modern, hingga peningkatan akses pemasaran. Hilirisasi padi harus dilakukan secara menyeluruh, agar Sumsel bukan hanya menjadi penghasil gabah, tetapi juga pusat produksi beras berkualitas tinggi.
“Potensi kita luar biasa. Namun, tanpa keberanian membangun ekosistem pangan yang adil, petani kita akan terus dirugikan. Kita tidak boleh membiarkan itu terjadi,” tutup Ayu. (Yan/Ril)